Radar ISRA Nasional |
Radar
bermanfaat sebagai pendeteksi potensi ancaman dari luar terhadap
sebuah negara. Sayangnya, jumlah radar yang dimiliki oleh Indonesia
terbilang masih sangat sedikit. Dari 300 radar yang seharusnya
dimiliki, Indonesia hanya memiliki 25-30 radar. Kondisi ini membuat Indonesia rawan terhadap serangan dari luar.
Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu digalakkan upaya swasembada radar untuk Indonesia. Demikian dikatakan oleh Ahli Radar dari Universitas Brawijaya (UB), Malang, Rudy Yuwono. Dia menyebut, swasembada radar merupakan upaya memproduksi radar dengan kemampuan anak sendiri yang saat ini sudah dimulai oleh Asosiasi Radar Indonesia (AsRI).
Menurut Rudy, swasembada radar mendatangkan keuntungan bagi Indonesia, di antaranya penghematan anggaran di bidang alutsista dan menjaga kerahasiaan yang dimiliki oleh Indonesia terutama di bidang teknologi. "Ide swasembada radar hadir setelah adanya embargo militer kepada Indonesia. Pada saat itu Indonesia ingin membeli alutsista dari Amerika, tapi karena adanya embargo kita tidak bisa membeli alatnya bahkan komponennya," kata Rudy, seperti dikutip dari laman resmi UB, Prasetya Online, Rabu (4/7/2012).
Kepala Bidang (Kabid) Kegiatan Ilmiah AsRI ini mengungkap, embargo yang dilayangkan terhadap Indonesia, justru memunculkan ide untuk memproduksi radar sendiri. "Ide untuk memproduksi radar semakin ditunjang dengan adanya komponen-komponen yang bisa didapat dengan mudah di sejumlah daerah yang ada di Indonesia, seperti di Glodok Jakarta, Genteng Surabaya, dan di Medan," tuturnya.
Dengan memproduksi radar sendiri, lanjutnya, maka anggaran yang dikeluarkan juga lebih sedikit. Jika biasanya Indonesia membeli radar dengan harga USD25 juta, maka dengan memproduksi sendiri jumlah uang yang dikeluarkan akan jauh lebih sedikit.
"Sebagai upaya dalam swasembada radar, ada beberapa langkah Asosiasi Radar Indonesia (AsRI) yang saat ini tengah dilakukan, antara lain membantu tumbuhnya industri dalam negeri yang memproduksi radar dan juga menyediakan forum komunikasi dan pertukaran ide di bidang radar dan turunannya dengan mengadakan Seminar Radar Nasional setiap tahun," imbuh Rudy.
Dalam upaya menciptakan tenaga-tenaga ahli yang mampu memproduksi radar, ujar Rudy, perlu dibangun sebuah school of radar. "Jumlah tenaga ahli radar di Indonesia sangat sedikit jumlahnya, kurang dari 100. Padahal radar yang dibutuhkan oleh Indonesia sangat banyak," paparnya.
Dengan berdirinya school of radar selain bisa mencetak ahli radar, juga bisa mengembangkan teknologi lain, yakni penginderaan jauh. "Kalau kita memakai satelit, maka kandungan yang ada di dalam bumi Nusantara Indonesia bisa diketahui oleh negara lain. Namun jika kita kembangkan teknologi penginderaan jauh, rahasia kekayaan alam yang dimiliki Indonesia bisa kita jaga," ungkap Rudy.
Dia menyatakan, produksi radar di Indonesia tidak akan memberikan ancaman bagi negara lain, seperti layaknya membuat nuklir dan bom atom. Saat ini jumlah radar yang sudah diproduksi oleh Indonesia terbilang masih ada lima radar, yaitu tiga jenis radar Indonesian Surveillance Radar (ISRA) dan dua Radar Indra. "Radar buatan Indonesia saat ini sudah bisa difungsikan dengan menggunakan laptop dan gadget tablet," tukasnya.
Rudy berharap, program swasembada radar di Indonesia bisa segera terwujud. "Program swasembada radar melalui school of radar sudah menjadi topik bahasan penting dalam seminar nasional radar yang kelima pada 2011. Namun hingga saat ini masih belum terwujud. Semoga pada 2025 sudah banyak pemain lain yang turut terlibat dalam swasembada radar," pungkasnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu digalakkan upaya swasembada radar untuk Indonesia. Demikian dikatakan oleh Ahli Radar dari Universitas Brawijaya (UB), Malang, Rudy Yuwono. Dia menyebut, swasembada radar merupakan upaya memproduksi radar dengan kemampuan anak sendiri yang saat ini sudah dimulai oleh Asosiasi Radar Indonesia (AsRI).
Menurut Rudy, swasembada radar mendatangkan keuntungan bagi Indonesia, di antaranya penghematan anggaran di bidang alutsista dan menjaga kerahasiaan yang dimiliki oleh Indonesia terutama di bidang teknologi. "Ide swasembada radar hadir setelah adanya embargo militer kepada Indonesia. Pada saat itu Indonesia ingin membeli alutsista dari Amerika, tapi karena adanya embargo kita tidak bisa membeli alatnya bahkan komponennya," kata Rudy, seperti dikutip dari laman resmi UB, Prasetya Online, Rabu (4/7/2012).
Kepala Bidang (Kabid) Kegiatan Ilmiah AsRI ini mengungkap, embargo yang dilayangkan terhadap Indonesia, justru memunculkan ide untuk memproduksi radar sendiri. "Ide untuk memproduksi radar semakin ditunjang dengan adanya komponen-komponen yang bisa didapat dengan mudah di sejumlah daerah yang ada di Indonesia, seperti di Glodok Jakarta, Genteng Surabaya, dan di Medan," tuturnya.
Dengan memproduksi radar sendiri, lanjutnya, maka anggaran yang dikeluarkan juga lebih sedikit. Jika biasanya Indonesia membeli radar dengan harga USD25 juta, maka dengan memproduksi sendiri jumlah uang yang dikeluarkan akan jauh lebih sedikit.
"Sebagai upaya dalam swasembada radar, ada beberapa langkah Asosiasi Radar Indonesia (AsRI) yang saat ini tengah dilakukan, antara lain membantu tumbuhnya industri dalam negeri yang memproduksi radar dan juga menyediakan forum komunikasi dan pertukaran ide di bidang radar dan turunannya dengan mengadakan Seminar Radar Nasional setiap tahun," imbuh Rudy.
Dalam upaya menciptakan tenaga-tenaga ahli yang mampu memproduksi radar, ujar Rudy, perlu dibangun sebuah school of radar. "Jumlah tenaga ahli radar di Indonesia sangat sedikit jumlahnya, kurang dari 100. Padahal radar yang dibutuhkan oleh Indonesia sangat banyak," paparnya.
Dengan berdirinya school of radar selain bisa mencetak ahli radar, juga bisa mengembangkan teknologi lain, yakni penginderaan jauh. "Kalau kita memakai satelit, maka kandungan yang ada di dalam bumi Nusantara Indonesia bisa diketahui oleh negara lain. Namun jika kita kembangkan teknologi penginderaan jauh, rahasia kekayaan alam yang dimiliki Indonesia bisa kita jaga," ungkap Rudy.
Dia menyatakan, produksi radar di Indonesia tidak akan memberikan ancaman bagi negara lain, seperti layaknya membuat nuklir dan bom atom. Saat ini jumlah radar yang sudah diproduksi oleh Indonesia terbilang masih ada lima radar, yaitu tiga jenis radar Indonesian Surveillance Radar (ISRA) dan dua Radar Indra. "Radar buatan Indonesia saat ini sudah bisa difungsikan dengan menggunakan laptop dan gadget tablet," tukasnya.
Rudy berharap, program swasembada radar di Indonesia bisa segera terwujud. "Program swasembada radar melalui school of radar sudah menjadi topik bahasan penting dalam seminar nasional radar yang kelima pada 2011. Namun hingga saat ini masih belum terwujud. Semoga pada 2025 sudah banyak pemain lain yang turut terlibat dalam swasembada radar," pungkasnya.
Sumber : Okezone
kena apa kita dijadikan pusing dng radar, kan sdh ada radar yg terpasang tinggal intelejen militer bermain dg cantik. sdh kita dapatkan teknologi dari negara besar. teknologi tidak diberikan tetapi harus direbut dan disebarluaskan ke akademik. Bravo, anak bangsa NKRI
BalasHapusSaya sependapat, jika diberdayakan peneliti2 RI sangat mumpuni untuk mebuat radar2 canggih untuk keperluan pertahanan RI.
Hapus