Penulis : Satya Dewangga *)
Seluruh rakyat Indonesia menantikan hasil penghitungan suara oleh suara KPU pada 22 Juli mendatang. Siapa pun yang terpilih, setiap unsur masyarakat wajib menghormati dan mengakui hasil dari pemilihan presiden yang telah dilaksanakan pada 9 juli lalu. Sesungguhnya masyarakat telah menantikan suatu pemerintahan baru yang diharapkan akan membuat suatu perubahan yang lebih baik.
Terlepas dari siapa yang akan menjadi presiden, namun pemerintahan yang akan memimpin Indonesia lima tahun mendatang harus menangung beban atau tanggungjawab yang amat berat. Berbagai kasus hukum yang masih mengambang harus diselesaikan. Belum lagi tuntutan untuk renegosiasi kontrak karya migas dan pertambangan. Tantangan lainnya adalah mengegakkan supremasi hukum di Indonesia.
Vox Vovuli Vox Dei
Suara rakyat adalah suara Tuhan atau Vox Vovuli Vox Dei adalah jiwa dari demokrasi. Melalui suatu pemilihan, rakyatlah yang memiliki kedaulatan untuk memilih pemimpin mereka. Kepemimpinan tidak diraih dengan tangan besi maupun faktor keturunan, namun diraih dengan mendapatkan dukungan rakyat.
Dengan demikian, menghianati atau memanipulasi suara rakyat merupakan suatu kesalahan yang tiada terampuni. Usaha untuk melakukan kecurangan dalam penghitungan suara sesungguhnya telah menistakan demokrasi itu sendiri, karena dengan demikian jiwa dari demokrasi itu sendiri telah pudar. Oleh karena itu, KPU harus bekerja secara benar. Tidak boleh ada satu suara pun yang hilang atau bertambah di salah satu kandidat. Para pihak yang berkompetisi pun harus tenang dan menghormati jalannya perhitungan.
Terkait dengan semakin majunya canggihnya ilmu pengetahuan dan teknologi, ,maka hasil perhitungan pemilu dapat dideteksi dengan metode hitung cepat. Metode ini menggunakan kaidah statistik yang mengambil sampel di lapangan dengan batas kesalahan yang amat minim. Dengan demikian, diharapkan hasil rekapitulasi KPU tidak berbeda jauh dengan hasil hitung cepat.
Namun dengan adanya hasil kontras antara beberapa lembaga pemilu yang memenangkan salah satu pasangan calon, maka sesungguhnya kaidah-kaidah statistik tersebut telah dimanipulasi untuk suatu kebohongan politik demi mendapatkan legitimasi sesaat. Pada saat inilah lembaga survey yang melakukan kebohongan hitung cepat telah melakukan panistaan pada proses demokrasi di Indonesia. Pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu harus bertindak keras akan hal ini. Kembali pada Vox Vovuli Vox Dei, maka jangan ada siapa pun yang berani macam-macam dengan suara rakyat.
Penyelesaian Kasus-Kasus Hukum
Pemerintahan yang baru nanti sesungguhnya akan menanggung tanggung jawab yang tidak ringan. Pada dua periode pemerintahan SBY, kasus-kasus korupsi marak muncul. Banyak dari kasus-kasus tersebut yang hingga kini belum selesai penyelidikannya, ataupun dinilai belum menyentuh aktor utama maupun aktor intelektualnya.
Kasus Bank Century merupakan kasus perbankan terbesar yang harus dituntaskan. Badan Pengawas Keuangan menyatakan telah terjadi kerugian negara dalam pengucuran dana pada Bank Century, namun hingga saat ini penyelesaian kasus tersebut masih mangambang.
Penyelesaian dua kasus di Kementerian Olahraga juga belum memuaskan. Kasus Wisma Atlet dan Kasus Hambangang merupakan korupsi mega proyek yang sesungguhnya telah dipersiapkan dengan matang. Namun hingga kini hanya segelintir orang saja yang baru terjamah hukum. Pemerintahan yang baru harus berani membuka siapa dalang dan yang mendapatkan keuntungan atas kasus tersebut.
Kasus korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga sepertinya sudah menjadi cerita klasik. Tertangkapnya mantan Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini, sesungguhnya hanya merupakan fenomena gunung es dari kementerian yang dipimpin Jero Wacik tersebut. Sudah menjadi cibiran umum di masyarakat bahwa maraknya praktek mafia dalam usaha migas dan pertambangan di Indonesia. Namun, pemerintahan yang ada seakan membiarkan hal tersebut. Entah apakah mereka turut mendapat keuntungan, namun yang terpenting pemerintahan mendatang harus berani mengusut kebobrokan ini.
Kasus di Kementerian Agama merupakan kasus terakhir yang dibuka sebelum pemilu presiden. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, maka menteri yang terkait langsung mengudurkan diri. Sangat menarik dan dinantikan oleh masyarakat, bagaimana kelanjutan dari kasus korupsi ini ke depan.
Renegosiasi Kontrak Karya
Pemerintah mendatang juga diharapkan akan merenegosiasi konrak-kontrak minyak serta pertambangan yang ada di Indonesia. Perhatian utama masyarakat adalah pada pertambangan Freeport. Pemerintah Indonesia hanya mendapatkan pembagian keuntungan sebesar 1 persen dari total keuntungan Freeport.
Kontrak pertambangan di Papua tersebut harus direvisi, sehingga Pemerintah mendapatkan pembagian keuntungan yang proporsional. Apabila proses renegosiasi tidak berhail, maka pemerintah yang baru harus berani mencabut kontrak karya dengan perusahaan tersebut.
Menyoroti perusahaan penghasil minyak di dalam negeri, Pertamina belum menjadi produsen nomor satu. Penghasil utama adalah Total, BP Petrolium, Shell, Conoco Philip dan Chevron. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia bahkan tidak berdaulat secara energi di negerinya sendiri. Pemerintah mendatang harus mengupayakan agar Pertamina menjadi penghasil minyak terbesar di Indonesia.
Terkait gas bumi, pemerintah mendatang juga harus merenegosiasi harga gas alam cair yang diekpor. Harga ekpor yang dijual oleh Indonesia hanya pada kisaran 30 - 40 persen dari harga yang berlaku di pasar internasional saat ini. Seperti diketahui gas Blok Tangguh, Papua, masih dijual sangat murah. Hanya US$ 3,5/MMBTU, padahal harga di pasaran US$ 11-13/ MMBTU. Tentu saja hal ini sangat merugikan rakyat Indonesia, dimana seharusnya keuntungan harga gas tersebut dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur seperti di sektor pendidikan dan kesehatan.
Penegakkan Supremasi Hukum
Tantangan terberat bagi pemerintah mendatang adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat atas penegakkan hukum. Supremasi hukum masih jauh daripada yang diharapkan. Kehadiran KPK Misalnya, ternyata tidak juga menurunkan niat para koruptor untuk menyelewengkan uang negara. Banyak oknum baik kepolisian, kejaksaaan, serta hakim yang justru terbukti terlibat dalam kasus korupsi.
Pemerintah mendatang harus melakukan perubahan mendasar bagi seluruh lembaga pengeak hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Suatu merit sistem yang baru harus diwujudkan. Harus ada sistem yang memberikan penghargaan yang tinggi bagi aparat yang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Namun, hukuman yang berat juga tersedia bagi mereka yang turut melanggar hukum.
Tanpa adanya penegakkan supremasi hukum, maka pembangunan yang berkeadilan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, dengan dukungan dari seluruh rakyat, maka pemerintah mendatang diharapkan tidak ragu-ragu dalam membuat keputusan. Dengan demikian, negara Indonesia tidak dapat disepelekan lagi di mata internasional karena penegakkan hukumnya yang masih tebang pilih atau tergolong buruk. (GFI)
*) Penulis adalah pemerhati masalah Polkam. Tinggal di Jakarta Timur.
masalahnya pemimpin kita itu punya gak mentalnya sampe kesana, jgn sampe uda jd presiden malah kacang lupa kulit, janji kampanya dianggep pepesan kosong, mknya rakyat jg banyak yg gak percaya sm pemimpin.
BalasHapusPokok pangkalnya korupsi itu dari bangku sekolah, karena apa? biaya sekolah di Indonesia sangat tlnggi di banding dengan Negata2 teyangga yang lain, satu contoh di Malaysia tidak ada yang namanya wang bangku mulai dari setingkat SD sampai SMA dan ujian THB hingga mendapatkan ijasah tidak di pungut wang, setelah itu apalagi untuk mendapatkan suayu pekerjaan tidak perlu menyugok,,.
BalasHapus