Mabes TNI AU mengakui secara jujur belum optimal untuk mengawasi perairan Indonesia yang sangat luas karena jumlah arsenalnya minim. Luas keseluruhan ruang udara nasional sekitar 5,5 juta kilometer persegi, baik luas daratan dan lautnya.
"Pengawasan laut, jujur, belum optimal karena peralatan alutsista yang dimiliki tidak sebanding dengan luas wilayah yang diawasi," kata Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Agus Supriatna, pada Seminar Nasional tentang Penguatan TNI AU dalam Mendukung Poros Maritim Dunia, di Persada Purnawira Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin.
Pada satu sisi, Indonesia membuka koridor pelayaran di laut kedaulatannya untuk kepentingan layar damai internasional, baik itu untuk kapal-kapal sipil ataupun militer negara lain yang telah mengantungi ijin dari Indonesia sebelumnya. Ini dinamakan alur laut kepulauan Indonesia.
"Untuk mendukung poros maritim dunia dengan ALKI I, ALKI II, dan ALKI III, harus ada kekuatan udara yang bisa cepat hadir di mana saja," katanya.
Dia memberi contoh, untuk menjaga perairan ALKI I yang melingkupi Laut China Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda, paling tidak dibutuhkan empat pesawat tempur dalam status siap tempur untuk misi patroli udara dan pengawasan ruang udara.
"Kalau kita berpikir ideal, kita bisa membayangkan berapa luas wilayah kita? ALKI I saja sudah luas," katanya.
Dengan tiga ALKI itu, kata dia, paling tidak diperlukan 12 unit pesawat tempur dalam status siap tempur. Ini sama dengan kekuatan satu skuadron pesawat tempur. Untuk membiayai operasionalisasi dan perawatan semua kekuatan udara itu secara baik dan benar sesuai prosedur, tentu diperlukan biaya jauh dari murah.
Urusan pengadaan dan pembelian arsenal militer, kata dia, adalah urusan Kementerian Pertahanan. Sebagai unsur pembina dan penyedia kekuatan, dia katakan, TNI AU hanya memberi spesifikasi teknis sesuai keperluan prajurit matra udara TNI AU.
Dia menyinggung pesawat terbang amfibi yang pernah dimiliki TNI AU saat masih bernama AURI. Unutk kepentingan masa kini, pesawat amfibi ini sangat pas dengan keperluan nasional untuk banyak misi.
"Masalah hasilnya pesawatnya apa, nanti tanyakan ke Kementerian Pertahanan. Kalau kami hanya spesidikasi teknisnya. Kalau kami membutuhkan seperti ini maka kebutuhannya seperti ini. Kami pernah punya pesawat amfibi," tuturnya.
"Sejarah membuktikan pada 1950-1960, kami punya Albatros, PBY-5 Catalina. Digunakan seperti pada SAR KM Tampomas II pada 1980," tuturnya.
Tentang seminar itu, dia katakan menjadi ajang mendiskusikan dan menganalisa kekuatan dan posisi TNI AU, sehingga dapat dilihat batas kekuatannya dalam mendukung tujuan poros maritim dunia.
Sistem pertahanan maritim, katanya, mampu menentukan TNI AL yang kuat dan juga perlu kekuatan TNI AU yang kapabel," ujarnya.
Oleh karena itu, TNI AU harus dapat melingkupi semua aktivitas TNI AL. "Dengan seminar ini, nantinya semua peserta dapat menganalisa, dapatkah kekuatan yang ada sekarang ini mendukung atau bagaimana peran TNI AU mewujudkan poros maritim dunia ini?," katanya.
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Senin, 25 April 2016
TNI AU akui belum optimal awasi perairan Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
TNI AL terus berbenah memperbaiki armada kapal perang mereka agar semakin disegani dan berwibawa. TNI AL harus memutar otak di tengah keterb...
-
Kapal berteknologi tercanggih TNI AL saat ini, KRI Klewang-625, terbakar di dermaga Pangkalan TNI AL Banyuwangi, Jawa Timur. Hingga berita i...
-
Dogfight adalah bentuk pertempuran antara pesawat tempur, khususnya manuver pertempuran pada jarak pendek secara visual. Dogfighting perta...
-
Submarine type 214 Angkatan Laut Portugal Kisah ini sengaja saya tulis berdasarkan catatan-catatan tertulis yang saya punya dan juga cer...
-
Masih ingat dengan drone combatan yang tengah dirancang Indonesia? Ya siapalagi kalo bukan Drone Medium Altitude Long Endurance Black Eagle....
-
Sistem pertahanan Indonesia diciptakan agar menjamin tegaknya NKRI, dengan konsep Strategi Pertahanan Berlapis. SISTEM Pertahanan Indonesi...
-
Konflik SARA di Ambon pernah sangat mengerikan. Situasi semakin buruk saat gudang senjata Brimob dijarah. Sejumlah anggota TNI maupun Polri ...
-
Mayor Agus Harimurti Yudhoyono Brigif Linud 17 Kostrad mendapatkan penghormatan, menjadi pasukan AD pertama yang menggunakan Ba...
-
Kementerian Pertahanan saat ini menunggu kedatangan perangkat alat sadap yang dibeli dari pabrikan peralatan mata-mata kondang asal Inggris,...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar