Cari Artikel di Blog Ini

Selasa, 17 September 2013

Atasi Maraknya Penembakan Polri Akan Gandeng BIN dan TNI

Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengungkapkan modus operandi dalam rangkaian penembakan antara kasus di Ciputat dan Pondok Aren dengan penembakan di depan Gedung KPK tidaklah sama. Keterangan saksi dan barang bukti yang ditemukan, termasuk modus-modus operandi dan cara-cara eksekusi, berbeda.

Atasi Maraknya Penembakan Polri Akan Gandeng BIN dan TNI

"Penembakan ini tidak sama dengan kasus yang ada di Ciputat maupun Pondok Aren, terus dalami dan tim terus melakukan langkah-langkah evaluasi dari proses olah TKP dan uji forensik," ujar Timur dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Kapolri Timur Pradopo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/9).

Untuk mengungkap dan menangkap pelaku penembakan terhadap empat personel polisi di Ciputat, Cireunde, dan Pondok Aren, Polri harus ada kerja sama dengan komunitas intelijen di Indonesia. Mabes Polri memastikan kejadian penembakan di tiga lokasi pertama terkait dengan pengungkapan kasus-kasus terorisme yang dilakukan Polri sejak Bom Bali I hingga saat ini.


Menurut Timur, dengan telah ditetapkan dua orang sebagai pelaku penembakan terhadap dua personel kepolisian di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, beberapa waktu yang lalu, menjadi bukti keyakinan Polri bahwa kedua pelaku terlibat dalam penembakan tersebut. "Kalau tidak yakin, kenapa kami bisa keluarkan DPO. Ini masalah hukum dan (dengan ditetapkan sebagai buronan berarti) ini sudah masuk dalam penyidikan Polri," ujar Timur.

Karena itu, pihaknya berharap masyarakat sabar menunggu hingga kedua pelaku tersebut tertangkap. Dengan telah ditetapkan sebagai buronan, siapa pun dapat menangkap kedua pelaku, termasuk TNI.
"Sedangkan dalam kasus terakhir (yang menewaskan Aipda Anumerta Sukardi) apakah juga mengait (dengan tiga kasus yang pertama), yang jelas belum ada fakta yang mengaitkan kasus terakhir itu dengan tiga kasus pertama," ujar Timur.

Timur mengatakan penembakan terhadap empat personel kepolisian merupakan rentetan dari kasus-kasus terorisme yang sebelumnya terjadi di Indonesia. "Empat tahun lalu, ancaman teroris berupa peledakan seperti Bom Bali, Bom JW Marriott, dan di Kedubes Filipina. Itu semua sasaran dalam bentuk strategis atau pusat kegiatan, dan semuanya hampir 100 persen, terungkap dan disidang di pengadilan," kata Timur.

Diakuinya, untuk meredam aksi terorisme itu sulit karena hanya 5 persen dari narapidana kasus terorisme yang mau tobat dan tidak kembali ke habitatnya semula. Kapolri juga menilai strategi penanggulangan terorisme melalui program deradikalisasi yang dilakukan belum mendapatkan hasil maksimal. "Terbukti masih muncul pelaku dan jaringan terorisme baru, bahkan pelaku lama yang telah selesai menjalankan masa hukumannya, ada beberapa yang masih aktif kembali dalam jaringan teroris," kata Kapolri.

Timur menjelaskan pemberantasan terorisme harus lintas sektoral, terutama dari Kementerian Agama maupun beberapa organisasi kemasyarakatan. Selain itu, upaya juga dilakukan dengan memberdayakan Badan Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) yang saat ini sudah tergelar diseluruh wilayah polres dan polsek.

Dalam rapat kemarin, Kapolri memaparkan dalam rentang waktu 2 Mei hingga 25 Agustus 2013 Densus 88 telah melakukan upaya penangkapan terhadap terduga teroris yang berasal dari empat kelompok jaringan.

Pertama, adalah kelompok Abu Roban sejumlah 25 orang yang tujuh di antaranya meninggal dunia, sementara kelompok Myanmar sembilan orang. "Itu bukan orang Myanmar, jadi ada kaitan dengan proses yang ada di sana, kemudian ada dinamika yang ada di Indonesia, di mana generasi Torifah Mansuroh," ujarnya.

Berikutnya adalah menangkap enam orang kelompok jaringan Solo dan terakhir tujuh orang Jaringan Poso yang empat orang di antaranya meninggal dunia.

Terkait kasus-kasus kepemilikan senjata api dan air softgun, dia mengatakan selama 2013 terjadi sebanyak 12 kasus. Barang bukti yang disita adalah 153 air softgun, 31 pucuk senjata api, 28 buah magazin, 128 butir peluru, 38 kantong peluru, tabung gas, dan telah menetapkan 17 orang sebagai tersangka.

Anggota Komisi III DPR, Syarifudin Sudding, meminta kepolisian mengusut tuntas kasus penembakan terhadap prajurit Polri yang terus terjadi. Rangkaian penembakan disinyalir saling terkait dan perubahan modus operandi pelaku dilakukan untuk mengaburkan motif sebenarnya.

"Boleh jadi ada keterkaitan satu sama lain. Orang profesional berusaha untuk menghilangkan jejak. Harus dicermati apa motif dan apa di balik ini semua," kata Sudding.

Dia mengatakan kepolisian jangan terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa penembakan-penembakan yang terjadi dilakukan oleh teroris. Penyelidikan harus secara menyeluruh mengenai pelaku dan motif penembakan sebab terbuka kemungkinan pelaku merupakan bagian dari sebuah institusi. "Atau dicari juga dari internal (Polri), tujuannya agar kepemimpinan Timur Pradopo ini dianggap lemah," katanya.

Sudding mengatakan dengan kekuatan yang dimiliki kepolisian akan mampu mengatasi persoalan-persoalan ini. "Jangan lari dari persoalan-persoalan seperti ini. Dan harus dibongkar siapa yang melakukan ini karena ini ancaman terhadap institusi negara," tandasnya.  (KJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lazada Indonesia

Berita Populer

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
free counters