Beriev Be-200 Altair |
Memburu kapal nelayan menggunakan mesin perang, tentu tidak efesien. Kapal perang tidak didisain untuk hemat, tapi lebih ke persoalan performa. KRI Todak yang berukuran 57 meter memiliki tanki BBM dengan kapasitas 150 ton. Jika berlayar sehari dengan kecepatan ekonomis 15-18 knot, kapal ini menghabiskan BBM 18 Ton. Bagaimana jika korvet atau frigate yang dikerahkan untuk mengejar kapal nelayan asing nan kecil, bbm yang dibutuhkan berlipat-lipat. Selain itu jumlah kapal TNI juga sedikit dibandingkan laut Indonesia yang luas. Bayangkan saja, KRI Hasanuddin membutuhkan waktu 12 jam, untuk berlayar dari Batam ke Anambas, Kepulauan Riau.
Ada hal menarik yang diusulkan TNI AU, yakni melengkapi armada pesawat mereka dengan pesawat amphibi. Pesawat ini mampu bergerak cepat dan melakukan penindakan di tempat kejadian perkara. Sebuah ide yang gemilang dan patut dipertimbangkan.
Ada berbagai produk dari pesawat amphibi. Antara lain pesawat jet, Beriev Be-200 Altair buatan Rusia. Pesawat amphibi serbaguna ini mampu mengangkut 44 orang atau kargo seberat 7,5 ton, dengan daya jelajah hingga 2000 km.
Selain Be-200, ada pula pesawat berbaling-baling, Bombardier 415 MP buatan Kanada. Pesawat ini bisa digunakan untuk: transport, SAR maupun misi penegakan hukum di laut. Bombardier 415 MP mampu membawa beban hingga 6 ton dengan jarak jelajah 2400 km. Sudah banyak negara yang menggunakan pesawat ini termasuk: AS, Italia, Spanyol, Perancis dan Yunani.
Bombardier 415 MP |
ShinMaywa US-2 |
Solusi menghadirkan pesawat amphibi untuk ikut menindak illegal fishing tampaknya menjadi opsi yang perlu diperyimbangkan. Selain itu, sejak jaman Belanda pun, Indonesia sudah menggunakan pesawat Amphibi, yang salah satu pesawatnya, bisa anda lihat di Lanud Kalijati, Subang Jawa Barat. Dengan adanya pesawat amphibi, tentu kita tidak lagi memunggungi laut, tapi bisa berdansa dengannya, lewat pesawat amphibi. (JKGR)
jenis apapun jumlah harus banyak , minim 40 unit
BalasHapus