Peta Konflik Laut Cina Selatan (img : time.com) |
Dia mengatakan konflik Laut China Selatan sebenarnya sudah diagendakan untuk dibahas dalam sidang ke-33 AIPA yang akan dilakukan pada 16 hingga 22 September mendatang di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Namun, karena parlemen dan Pemerintah Kamboja meminta hal tersebut tidak dibahas, Indonesia selaku Ketua AIPA memutuskan untuk menyetujui permintaan Kamboja.
Sebelumnya, Marzuki sempat bertemu dengan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen. Secara pribadi, Hun Sen meminta agar sidang AIPA tak membicarakan soal Laut China Selatan. Sayangnya, Hun Sen tak menjelaskan secara spesifik kenapa negaranya berkeberatan dengan pembicaraan masalah Laut China Selatan. Terlepas dari penolakan Kamboja, Marzuki menegaskan bahwa AIPA tak akan menyikapi mendukung negara ASEAN dalam kaitannya dengan konflik di Laut China Selatan.
"Intinya kita ingin mendorong proses penyelesaian Laut China Selatan secara damai dan tidak mengedepankan senjata, apalagi dengan unjuk kekuatan senjata," kata politisi Partai Demokrat itu. Kalaupun nantinya menying gung persoalan tersebut, Marzuki berharap penyelesaian Laut China Selatan tetap bersandar pada hukum internasional.
"Jangan sampai melenceng dari kebersamaan ASEAN, AIPA, dan mitra-mitra ASEAN," kata dia. Sidang ke-33 AIPA mengusung tema "Strengthening the Parliamentary Roles towards ASEAN Community 2015" atau Penguatan Peran Parlemen ASEAN menuju Komunitas ASEAN pada 2015. Hingga 10 September 2012, tercatat ada 347 peserta dari 10 negara anggota AIPA, 9 parlemen negara observer, serta 6 tamu tuan rumah.
Tak Dimekarkan
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Laksda Iskandar Sitompul, menegaskan TNI tidak akan melakukan pemekaran untuk pangkalan TNI AL di Natuna terkait semakin meningkatnya gejolak di Laut China Selatan. Hanya pangkalan udara yang berada di Natuna. "Untuk Angkatan Laut dan Angkatan Darat masih di bawah komando Kodim setempat," kata Iskandar.
Menurut dia, sampai saat ini, TNI belum mengaji pembuatan pangkalan TNI AL di Natuna. Dia memastikan tanpa adanya pangkalan pun, Indonesia tak akan terpengaruh dengan konflik di sana. "TNI memiliki komunikasi dan intelijen yang sangat baik untuk mengetahui konflik di sana. Penginderaan kita juga sangat baik sehingga jika ada sesuatu, kita bisa langsung berkoordinasi dengan aparat terdekat, yakni di Tanjung Pinang dan Dumai," kata dia.
Anggota Komisi I DPR, Hayono Isman, juga melihat pembangunan pangkalan di Natuna belum terlalu penting. DPR belum membahas persoalan tersebut. Namun, DPR tetap mendorong untuk mengedepankan dialog untuk menyelesaikan konflik di sana. "Secara khusus, kami belum mengantisipasi akibat dari konflik di Laut China Selatan," kata dia.
Sumber : Koran Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar