Cari Artikel di Blog Ini

Kamis, 17 September 2015

Meracik Penyelamatan WNI Tersandera di Papua Nugini

Dua WNI dilaporkan disandera di Kampung Skoutjio wilayah Papua Nugini yang berbatasan dengan Indonesia. Mereka diperkirakan ditawan setelah aksi penembakan pada 9 September 2015.

Juru bicara Polda Papua, Kombes Pol Patrige Rudolf Renwarin mengatakan, dua warga Indonesia itu adalah Media Sudirman (28 tahun) dan Badar (30 tahun). Keduanya karyawan perusahaan kayu  di Kampung Skopro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua.


Meracik Penyelamatan WNI Tersandera di Papua Nugini

Organisasi Papua Merdeka (OPM) dituding sebagai otak.pelaku. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Endang Sodik, menengarai kelompok Jeffry Pegawak terlibat dalam penyanderaan. Tudingan TNI dari aksi penembakan kelompok Jeffry Pegawak terhadap seorang WNI bernama Kuba Marmahu yang mendahului insiden penangkapan dan penawanan dua WNI tersebut. Kala itu, Kuba menuju lokasi tempat pengolahan kayu, sekitar pukul 08.45 WIT.

Dari informasi yang dihimpun, dua pekerja ini didatangi empat orang tak dikenal dengan ciri-ciri, tiga orang di antara mereka memakai baju hitam dan berambut keriting. "Sedangkan, satu orang di antaranya memakai baju putih dan berambut keriting," ujar Endang kepada VIVA.co.id.


Kelompok OPM Jeffry Pegawak dituding sengaja menahan dua WNI selama 72 jam. Aksi sandera itu disebut untuk memuluskan barter dua rekan mereka yang tengah ditahan di Polres Keerom lantaran terlibat kasus ganja.

Endang mengatakan dari informasi yang diperoleh TNI, Jeffry masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena terlibat dalam insiden penyerangan Polsek Abepura bersama Benny Wenda pada tahun 2012 lalu.

Jeffry Pegawak Angkat Bicara

Kepada VIVA.co.id, Jeffry Pegawak yang disebut-sebut sebagai salah satu kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menyandera 2 WNI itu membantah terlibat.

"Itu tidak benar, karena dalam orientasi kami bukan sebagai militer," kata Jeffry yang dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu 16 September 2015.

Jeffry menyebut kelompoknya sebagai diplomat yang tengah melakukan lobi di Port Moresby, Papua Nugini. Lagipula, kata Jeffry, kejadian itu terjadi di perbatasan Papua-Papua Nugini.

"Kami di sini (Papua Nugini) bukan sekadar diplomasi tapi juga bergabung dengan organisasi HAM lain dan memperjuangkan hak sipil warga Papua," kata Jeffry menambahkan.

Jeffry menegaskan namanya dicatut dalam dugaan penyanderaan dua WNI yang sampai kini masih berada di Kampung Skoutjio wilayah Papua Nugini yang berbatasan dengan Indonesia. Pemberitaan media santer menyebut Jeffry ada di balik penawanan tersebut. Padahal, kata Jeffry, dia sudah dua tahun berada di Port Moresby, menkonsolidasikan perjuangan diplomasi Papua Barat di Pacific Islands Forum (PIF) yang baru saja berakhir pekan lalu.

"Pemberitaan itu mendiskreditkan nama saya, menuliskan nama saya. Ini yang harus saya bantah dan klarifikasi," katanya kepada VIVA.co.id.

Sebagai garansi, Jeffry mengaku akan membantu pemerintah Indonesia melalui diplomasi yang menjadi visi misinya. "Kami akan membantu melepaskan dua WNI itu dari sini," ucapnya.

Terlebih, kata Jefry, media memberitakan jika sampai saat ini dua WNI itu dalam keadaan aman dan masih berada di sebuah kampung di perbatasan PNG dengan Indonesia. Meski demikian, Jeffry mengaku, masih mencari cara untuk bisa menghubungi dua sandera tersebut.

Upaya Penyelamatan

Langkah pembebasan dua WNI di perbatasan PNG dengan Indonesia masih belum membuahkan hasil. Tenggat waktu yang sebelumnya disepakati pada Selasa siang, 15 September 2015 itu molor entah sampai kapan.

"Semua pasukan kita siap, pasukan pembebasan sandera atau apapun, kita siap 24 jam, bahkan kalau ada 36 jam, kita siap hingga 36 jam, Kopassus ada, Paskhas ada, Denjaka, Denbrafo, sampai Kopsusgab apapun ada. Don't worry, kita siap," ujar Endang Sodik, di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa 15 September 2015.

Namun, kata Endang, TNI tidak bisa serta merta bergerak. Ada beberapa prosedur yang perlu dilalui, salah satunya izin dari pemerintah PNG dan kewenangan dari Tentara PNG.

"Enggak bisa (langsung masuk ke PNG) army to army, jadi G to G (government to goverment)-lah, pemerintah dengan pemerintah, kalau sudah oke baru TNI masuk. Kan lintas negara," kata dia.

Kekuatan kelompok Jeffry, kata Endang, hanya empat orang. Bagi TNI, itu bukanlah hal sulit. Hanya saja, ujar Endang, ada dua sandera WNI yang keselamatannya perlu diperhatikan.

"Enggak merepotkan juga, mereka hanya 4 orang, masalahnya, kan, mereka menyandera WNI yang kita harap dia selamat dan aman itulah kita hati-hatinya, kalau brak bruk brak bruk saja 5 menit juga selesai kok, cuma kita tidak mau, karena kita menghormati kedaulatan PNG dan kita tidak ingin ada korban baru lagi dari WNI kita, maka pembebasannya first negotiation dan diserahkan ke PNG army dan Panimo," kata dia.

Sehari sesudahnya, pemerintah kembali menyatakan tengah menantikan tenggat negosiasi antarpemerintah. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan, memastikan Indonesia memiliki hubungan bilateral yang baik dengan Papua Nugini (PNG). Sehingga pemerintah menghormati langkah-langkah yang sudah dilakukan pemerintah PNG terkait penyanderaan dua WNI di Kampung Skoutjio Papua Nugini.

"Kita tunggu 1-2 jam ini yang dilakukan pemerintah PNG. Dari pemerintah Indonesia, kita siap lakukan langkah apapun tapi tetap dalam kerangka koordinasi dengan pemerintah PNG," ujar Luhut di hadapan wartawan saat ditemui di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu 16 September 2015.

Menyoal isu barter yang menjadi permintaan penyandera, Luhut menyatakan, dalam hal ini pemerintah Indonesia tak mengenal barter. Pihaknya, kata Luhut, sudah menyiapkan sederet opsi untuk membebaskan dua WNI yang kini dalam tawanan.

"Kami sudah menyiapkan langkah-langkah apa yang harus kami lakukan, saya tadi malah sudah laporkan ke Presiden langkah-langkah yang bisa kita lakukan sampai langkah yang paling buruk pun sudah kita siapkan," ujarnya.

Namun, Luhut menolak menyampaikan langkah buruk apa yang akan dilakukan pemerintah Indonesia. Yang terpenting, katanya, demi menjaga kedaulatan dan kehormatan bangsa. "Itu yang tetap kita pertahankan," kata mantan asisten Operasi di Markas Kopassus itu.

Berkaca dari kasus serupa, kelompok bersenjata masih di atas angin untuk dijadikan bulan-bulanan dalam setiap 'teror' di bumi Cenderawasih. Pada kasus 27 Mei 2015, dua anggota TNI yang dikabarkan sempat disandera kelompok bersenjata Papua di Kabupaten Paniai berhasil meloloskan diri. Mereka adalah Serda Lery, anggota Koramil Komopa dan Prada Sholeh, anggota Kostrad 303/Raider.

Saat dikonfirmasi VIVA.co.id, Kapendam XVII Cenderawasih, Letkol Inf Teguh Puji Raharjo, menduga OPM wilayah Paniai yang terlibat dalam penyanderaan dua TNI itu. Aksi heroik dua anggota TNI itu menjadi bumbu sedap pemberitaan yang menyudutkan Organisasi Papua Merdeka.

Di hari yang sama, Panglima TNI yang kala itu masih dijabat Jenderal Moeldoko malah membantah adanya penyanderaan terhadap anak buahnya. Yang terjadi adalah dua anak buahnya itu berhasil lolos dari ancaman kelompok bersenjata. Mengatasi kekeliruan itu Panglima TNI Moeldoko menyebutnya dengan istilah ada yang tidak pas. 

"Karena naluri prajurit ini bagus, mereka loncat ke dalam air dan berlindung. Setelah dicari-cari, mereka bertemu dengan petugas yang tengah patroli. Jadi, tidak ada penyanderaan," katanya.

Hati-hati dan bijak sepertinya tepat untuk membebaskan dua sandera WNI itu. Sebab, selama ini pemerintah Indonesia terkesan reaksioner dalam menyelesaikan permasalahan di seputar Papua.

Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanudin, mengatakan saat ini pemerintah bahkan belum memiliki peta jalan untuk menyelesaikan soal OPM. Padahal, peta jalan merupakan hasil inventarisasi masalah di Papua.


TB mengatakan, ada empat akar masalah yang harus diselesaikan pemerintah terkait Papua. Pertama, soal marjinalisasi suku-suku di Papua. Kedua, ada mindset berbeda tentang kemerdekaan. Ketiga, permasalahan otonomi khusus dan terakhir masalah trauma yang dilakukan pemerintah dalam konteks operasi militer masa lalu.

"Keempat akar masalah itu harus diselesaikan. Harus dicari solusinya. Dimana solusinya harus tetap dalam konteks dan frame NKRI," ujar politisi PDIP itu. (Viva News)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lazada Indonesia

Berita Populer

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
free counters