Puluhan pria itu dipaksa berjalan jongkok. Sembari meletakkan tangan di belakang kepala, mereka tertatih-tatih mengikuti arahan para petugas polisi dari Polda Metro Jaya. Para pria yang umumnya bertato itu disinyalir merupakan kawanan preman yang kerap menjadi juru parkir liar di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Keberadaan mereka dianggap meresahkan warga lantaran sering meminta uang secara paksa. Polisi pun merazia mereka, Jumat, 5 April lalu. Hasilnya, lebih dari 30 orang yang diduga preman terjaring dalam operasi itu.
"Pemberantasan prema nisme terus dilakukan di berbagai tempat yang diketahui rawan aksi premanisme. Ini sudah menjadi atensi Kapolda Metro Jaya kepada semua jajarannya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, keesokan harinya. Ucapan Rikwanto terbukti. Operasi-operasi semacam itu kemudian dilakukan di sejumlah kawasan lainnya yang dinilai rawan kejahatan, seperti stasiun, terminal, pasar, dan sebagainya.
Di tempat-tempat seperti itulah biasanya mereka mangkal, entah "menyamar" sebagai juru parkir liar dan pengamen, atau yang terang-terangan dengan menjadi tukang palak, jambret, dan sebagainya. Andreas Oetomo, seorang warga, menuturkan pengalamannya saat menumpang bus kota. Pemuda yang tinggal di Pinang Ranti, Jakarta Timur, ini mengaku pernah dipalak dua orang preman yang menyaru sebagai pengamen. Menurut Andreas, kedua orang itu naik dari Terminal Pulogadung. Mereka mengamen tanpa alat musik. Seusai nyanyi, kedua orang tersebut meminta uang dengan nada penuh intimidasi.
"Saat saya menolak dengan alasan tidak punya uang kecil, mereka malah minta saya "uang gede". Saat itu, dalam bus hanya ada beberapa orang saja. Dan akhirnya terpaksa saya menuruti kemauan mereka," kata Andreas.
Saat itu, dia harus merogoh 10.000 ribu dari kantongnya untuk sebuah lagu yang jauh dari kesan merdu. Apa yang dialami Andreas tentu merusak citra mereka yang betul-betul berprofesi sebagai pengamen. Mereka yang mencari uang dengan cara menjual suara, entah di bus kota atau warung-warung kaki lima. Apalagi, kriteria mereka yang dianggap preman sendiri tak jelas.
Dalam razia di kawasan Senen, Jakarta Pusat, misalnya, polisi "menciduk" puluhan orang yang tak memiliki tanda pengenal atau kartu tanda penduduk. Mereka bisa siapa saja, entah itu pengamen, calo, tukang parkir, dan lain-lain.
Menurut Rikwanto, preman merupakan defi nisi ilmu sosial, bukan defi nisi hukum. Masyarakatlah yang menamai preman, merujuk pada makna sebagai orang atau pihak yang memiliki perilaku yang meresahkan, mengesalkan, atau mengganggu. Preman tidak menjadi subjek hukum sebab jika dia tidak melakukan tindakan melanggar ketentuan hukum maka tidak bisa ditangkap.
"Kalau hukum, acuannya undang-undang saja, siapa pun dia, melanggar hukum dan mencukupi pasal-pasal yang dituduhkan, ya sudah dia dihukum," kata Rikwanto. Menurutnya, masyarakat sering salah paham tentang preman. Seolah-olah jika preman terjaring atau ditangkap maka pasti akan ditahan. Ketika preman kemudian justru dilepaskan, masyarakat kerap mencurigai ada main dengan polisi.
"Kalau keja ring, belum tentu dia melanggar hukum, karena keberadaannya meresahkan warga makanya dia diciduk," tambah Rikwanto. Dia mencontohkan kasus penangkapan puluhan preman di Gelora Bung Karno. Setelah diproses, akhirnya hanya tiga orang yang ditahan karena melakukan pemerasan, sementara sisanya dilepaskan. Akar Masalah Bahwa premanisme harus diberantas, diamini oleh anggota komisi III DPR, Indra. Dia mendukung langkah kepolisian untuk merazia para preman.
Bagi Indra, definisi preman memang sangat luas, yakni mereka yang dianggap meresahkan dan mengganggu. Meski demikian, menurutnya, tak lantas semua yang dianggap menggangu kemudian diperlakukan sama dalam penanganannya. "Harus dipilah dan tentunya dengan treatment yang berbeda, mana yang benar-benar preman menjadi profesi atau hanya ikut-ikutan. Yang penting diberantas adalah mereka yang menjadi backing dari premanpreman ini," ujar Indra.
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
Di Era tahun 60an TNI AU/AURI saat itu pernah memiliki kekuatan udara yang membuat banyak negara menjadi ‘ketar ketir’, khususnya negara-ne...
-
Rusia mengharapkan Indonesia kembali melirik pesawat tempur sukhoi Su-35, pernyataan ini diungkapkan Wakil Direktur "Rosoboronexport...
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
Sejak ditemukan oleh Sir Robert Watson Wat (the Father of Radar) pada tahun 1932 sampai saat ini, radar telah mengalami perkembangan yang sa...
-
Tentara Nasional Indonesia (TNI) berencana menambah armada kapal selam untuk mendukung pertahanan laut. Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), L...
-
Kiprah TNI Dalam Memelihara Perdamaian Dunia : Roadmap Menuju Peacekeeper Kelas Dunia "The United Nations was founded by men and ...
-
Kalau dipikir-pikir, ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia. Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus m...
-
Rencana Amerika Serikat (AS) menggeser 60 persen kekuatan militernya ke kawasan Asia Pasifik hingga tahun 2020 mendatang, membawa implikasi ...
-
(Disampaikan dalam Roundtable Discussion yang diselenggarakan oleh Global Future Institute, bertema: Indonesia, Rusia dan G-20, Kamis 25 Apr...
-
Oleh : Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc Berangkat dari sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong di belakang suatu tra...
hehh..Kegiatan yang sifat nya hanya Seremonial belaka..!!
BalasHapusliat aja ntar beberapa hari kedepan.. udah senyap nie kegiatan..
okawokwakowakkakakkkk.............khekekkekek ...
BalasHapus