Dengan menggelora, dia tak lelah menceritakan kisah hidupnya melawan penjajah Belanda di pertempuran bersejarah lima hari lima malam di Palembang tahun 1947.
Rusmina hidup di panti jompo. ©2015 Merdeka.com |
"Waktu itu semangat saya berkobar, kalau lihat Belanda atau Jepang langsung emosi, biar tak bunuh saja," ungkapnya kepada merdeka.com, Kamis (13/8).
Dalam perang ini, nyawanya nyaris hilang setelah tertembak senjata Belanda. Beruntung, peluru datang dari samping dan hanya mengenai payudaranya sebelah kiri. Lantaran lukanya membahayakan, tim kesehatan memutuskan payudara Rusmina harus dioperasi. Belum sembuh betul, Rusmina kembali memanggul bambu runcing.
Rusmina mengaku tidak ada paksaan menjadi pejuang melawan penjajah. Dia bertekad andilnya dalam peperangan bisa mengusir musuh dari Tanah Air.
"Tidak terhitung lagi berapa kali perang lawan Belanda dan Jepang. Terakhir di Palembang, sampai punya suami orang sini," ceritanya.
Ketika ditanya perasaannya saat membunuh musuh, Rusmina menjawab menggebu-gebu. Dengan tegas, dia mengatakan makin banyak penjajah terbunuh semakin membuatnya bersemangat bertempur.
"Wah semangat makin hebat, makin beringas. Kalau bisa semuanya saya bunuh. Puas, Belanda dan Jepang dibunuh pakai bambu runcing," ujarnya.
"Banyak orang bilang, saya ini wanita tapi kok kuat ya, tidak takut-takutnya," candanya.
Tetapi ketika menceritakan awal mulanya dia memutuskan masuk di barisan para pejuang, tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Betapa teguh pendiriannya meninggalkan orangtua dan sebelas saudaranya di Cirebon, Jawa Barat, untuk maju di medan tempur.
"Keluarga melarang, tapi saya sudah bulat, saya pingin jadi pejuang. Alhamdulillah diterima jadi tentara waktu itu," ungkap Rusmina.
Dari sekian banyak pengalaman yang dialami, Rusmina tidak bisa melupakan suatu peristiwa yang secara naluri tak masuk akal dan menjijikkan. Peristiwa itu adalah meminum darah seorang pejuang Indonesia yang tewas.
Waktu itu, kata dia, seluruh pejuang sedang istirahat usai berperang. Banyak korban di pihak masing-masing. Tak lama, komandannya membawa sebuah wadah berisi darah. Mereka pun bertanya untuk apa darah tersebut. Darah itu adalah teman seperjuangannya yang tertembak.
Tanpa diduga, para pejuang disuruh meminum darah itu. Meski tak dipaksa, mereka menuruti perintah itu karena mendengar alasan bahwa dengan meminum darah teman sendiri jiwa patriot tentara akan semakin berkobar dan tanpa ada rasa takut.
"Jijik sekali minumnya. Saya cuma satu sendok. Dipaksain minum, tutup hidung langsung aja. Katanya biar lebih bersemangat lagi," ujarnya.
Secara kebetulan atau tidak, sehabis melakukan itu, di hati Rusmina dan para pejuang lain semakin besar kebencian akan keberadaan penjajah.
"Ya, memang beda. Tangan ini pinginnya mengepal terus," tuturnya.
"Bahkan, sampai sekarang emosi saya masih meledak-ledak. Mungkin karena minum itu ya," tutupnya.
Setelah tak lagi di medan juang, hidup Rusmina tidak lebih baik. Dia pernah bekerja di bioskop kawasan Jalan Letkol Iskandar Palembang. Di sana, dia bertugas sebagai tukang karcis masuk.
Tak lama, Rusmina di-PHK. Kemudian, dia bekerja lagi di bioskop yang lain di Jalan Jenderal Sudirman Palembang. Lagi-lagi, wanita kelahiran 22 Agustus 1916 itu harus menelan pil pahit karena masuk dalam daftar karyawan yang diberhentikan.
Rusmina akhirnya memilih berdagang. Dia berjualan kemplang, makanan khas Palembang, di Pasar Cinde Palembang. Jarak tempat dagangannya itu dekat dengan tempat tinggalnya di sebuah gubuk reot di belakang pasar.
"Walaupun jelek, saya mengontrak. Uangnya dari hasil jualan kemplang," tuturnya.
Pada tahun 2009, Rusmina bertemu dengan seseorang dan mengajaknya tinggal di panti jompo milik Dinas Sosial Palembang.
Saat tinggal di panti, Rusmina bersama penghuni panti pernah menonton berita korupsi di televisi yang tengah hangat kala itu, yakni terungkapnya kasus korupsi wisma atlet Hambalang yang melibatkan eks bendahara Partai Demokrat, Nazarudin.
Geram dengan kelakuan politikus korup, Rusmina teriak kencang. Rusmina mengoceh sendirian, menyesali kondisi bangsa saat ini. Para penghuni yang sedang khusyuk menonton TV, kaget dengan ulah Rusmina.
"Saya kecewa. Dulu tidak ada korupsi, mau jadi tentara mudah. Orang dulu susah perang, sekarang malah habisi uang rakyat," kecam dia.
Sekarang Rusmina tinggal bersama 63 penghuni panti. Dia ditempatkan di kamar berukuran 3x5 meter dengan satu tempat tidur. (Merdeka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar