Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengevaluasi kinerja Detasemen Khusus 88 Antiteror. Alasannya, dalam penangkapan dan penggeledahan orang yang diduga sebagai teroris, mengabaikan posisi anak-anak.
Menurut Wakil Ketua KPAI Susanto, ada empat alasan perlunya kinerja Detasemen Khusus 88 Antiteror dievaluasi. "Mereka perlu memperhatikan ikhtiar perlindungan anak," kata Susanto, kepada Tempo, Selasa, 15 Maret 2016.
Kinerja Densus 88, kata Susanto, harus memperhatikan semua aspek dan dampak dari apa yang dilakukannya. Seperti penggeledahan di Taman Kanak-Kanan Raudhatul Atfal, Klaten, Jawa Tengah. Dalam penggeledahan ini Densus cenderung tidak memperhatikan psikologi anak.
Densus 88, kata dia, datang ke Roudatul Athfal Terpadu Amanah Ummah, Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, pada 10 Maret lalu. Saat lima mobil pasukan Densus 88 datang, anak-anak tengah mengikuti kegiatan belajar.
Susanto menganggap sebelumnya banyak tindakan Densus 88 yang dikategorikan kurang memperhatikan prinsip-prinsip dan ikhtiar perlindungan anak. Empat perkara mengapa kinerja Densus 88 perlu dievaluasi.
Pertama, Densus menggeledah di lokasi sekolah hingga membuat anak ketakutan. Kedua, Densus 88 pernah menangkap terduga teroris di depan balita. Ketiga, perlakuan Densus terhadap terduga teroris yang masih anak-anak tidak jauh berbeda dengan penangkapan orang dewasa. "Mestinya berbeda."
Anak yang terduga teroris atau menjadi simpatisan kelompok radikal, hanya korban dari aneka faktor, korban indoktrinasi, dijebak, diradikalisasi, dan lain-lain. Keempat, dalam menangkap terduga teroris, seringkali fokus pada output tapi menampikkan proses. "Seharusnya, aspek proses menjadi perhatian. Penggeledahan sekolah, penggerebekan di depan anak merupakan bentuk menafikan proses etika perlindungan anak."
Densus 88 tak hanya dikritik perihal penangkapan dan penggeledahan di area anak-anak. Kasus lainnya adalah tewasnya Siyono yang diduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah. Dalam versi Kepolisian RI, Siyono meninggal karena ribut dengan petugas saat di dalam mobil. Siyono yang saat itu tidak diborgol, kata polisi, disebut hendak melarikan diri. (Tempo)
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
Di Era tahun 60an TNI AU/AURI saat itu pernah memiliki kekuatan udara yang membuat banyak negara menjadi ‘ketar ketir’, khususnya negara-ne...
-
Rusia mengharapkan Indonesia kembali melirik pesawat tempur sukhoi Su-35, pernyataan ini diungkapkan Wakil Direktur "Rosoboronexport...
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
Tentara Nasional Indonesia (TNI) berencana menambah armada kapal selam untuk mendukung pertahanan laut. Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), L...
-
Banyak orang yang menunggu kapan pesawat R-80 yang merupakan pengembangan dari pesawat N250 buatan Bacharudin Jusuf Habibie, atau yang lebih...
-
Ketika Indonesia mulai serius membangun armada pesawat tempur Sukhoi, datanglah godaan dari Amerika Serikat yang menawarkan pesawat tempur ...
-
Rencana Amerika Serikat (AS) menggeser 60 persen kekuatan militernya ke kawasan Asia Pasifik hingga tahun 2020 mendatang, membawa implikasi ...
-
Kalau dipikir-pikir, ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia. Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus m...
-
(Disampaikan dalam Roundtable Discussion yang diselenggarakan oleh Global Future Institute, bertema: Indonesia, Rusia dan G-20, Kamis 25 Apr...
-
Keterlibatan Indonesia dalam pembuatan pesawat tempur KFX/IFX dengan Korea Selatan, menjadi sebuah lompatan bersejarah bagi Indonesia. Hal ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar