Ada banyak pasukan elit di seluruh dunia, masing-masing memiliki standar operasi dan taktik serta peralatan yang berbeda; pun sejarah dan filosofi operasinya yang disesuaikan dengan kepentingan negara masing-masing.
Tiap kali pasukan elit digelar, pastilah kepentingan strategis menjadi latar belakangnya. Misalnya, dalam penyusupan Usman dan Harun dalam konfrontasi dengan Malaya ke Singapura. Kedua personel KKO (kini Korps Marinir TNI AL) itu akhirnya gugur setelah tertangkap dengan konsekuensi politik tingkat tinggi antara Singapura dan Indonesia.
Atau saat operasi pembebasan Kedutaan Besar Iran di London, Inggris, pada 5 Mei 1980. Operasi itu sukses, teroris penyanderan staf dan tamu kedutaan besar negara maghribi itu bisa ditumpas. Kali itulah pertama kalinya publik melihat langsung kebolehan personel Special Air Service dengan motto Who Dares Wins beraksi.
Kini disadari model dan pola operasi teroris dan jaringannya sudah berbeda. "Tidak seperti masa lalu, dalam beraksi mereka kini tidak perlu pengakuan publik," kata Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, di Pusat Latihan Pasukan Perdamaian PBB, di Sentul, Jawa Barat, Senin.
Dia membuka Latihan Gabungan Anti Teror ASEAN Plus yang diikuti 18 negara. Pasukan elit dari seluruh negara ASEAN hadir, bersama koleganya dari Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Rusia, China, Australia, dan India. Mereka bukan adu kemahiran alias lomba kebolehan selama lima hari, pada 9-13 September ini.
Melainkan saling berbagi pengalaman, pengetahuan, dan informasi untuk mewujudkan kawasan Pasifik Barat yang aman dan terkendali. "Ini penting, agar kita bisa menjamin ketersediaan energi, pangan, air, dan banyak lagi sumber daya termasuk ekonomi internasional," kata Duta Besar Amerika Serikat untuk ASEAN, David Carden, yang bersama Moeldoko menjadi tuan rumah bersama.
Bagi militer dari negara manapun, konsep operasi dan jaringan teroris masa kini menjadi pijakan prediksi untuk menentukan berbagai aspek kinerja yang diperlukan. Mulai kurikulum pendidikan, profil personel, proses pembinaan dan pembentukan, keperluan persenjataan dan peralatan pendukung, hingga pelibatan oleh pemangku kepentingan politis negara.
Masih ada lagi, pola kerja sama internasional yang diperlukan. Wadah penyatuan persepsi inilah yang cukup sulit diwujudkan mengingat tidak jarang negara-negara di dalam kawasan justru berseteru selama bertahun-tahun.
Dengan begitu, diperlukan satu terobosan bersama untuk melunturkan kebekuan politik selama ini dalam bahasa diplomasi internasional militer.
Moeldoko, dalam kapasitasnya sebagai panglima TNI dan tuan rumah latihan itu, berujar, "Latihan ini harus dikembangkan, bukan cuma untuk memperdalam kemampuan taktik individu, kerja sama antar satuan."
"Tetapi juga meningkatkan kemampuan menyediakan data dan analisis untuk mendukung proses olah yudha mengembangkan taktik dan strategi. Karena itulah latihan gabungan ini harus realistis," kata dia.
Dari kepentingan Indonesia, latihan gabungan ini bisa juga dikatakan sebagai satu ujian wacana mewujudkan Komando Operasi Khusus TNI alias Indonesian Special Command, yang telah dimiliki Amerika Serikat sejak lama, bernama US Special Command.
Tidak salah jika dikatakan ada tujuan strategis dari latihan ini selain sekedar berkumpul dan berdiskusi bersama. Tujuan itu dinyatakan secara terang-benderang, yaitu, "Mempromosikan dan memperkuat kerja sama yang telah terjalin di antara militer yang tergabung dalam kerangka kerja sama ASEAN Plus ini."
"Yang paling utama adalah menciptakan interoperabilitas pasukan elit untuk menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan," kata Moeldoko.
Dalam jangkar ideal inilah maka saling memahami, kesamaan persepsi, hingga landasan teknis lapangan sangat diperlukan. Maka wajar jika semua pasukan elit 18 negara itu untuk pertama kalinya bersedia berkumpul di Indonesia, negara yang konsisten berpolitik luar negeri bebas-aktif. (Antara)
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Selasa, 10 September 2013
Pasukan Elit Asia Pasifik Satukan Persepsi Hadapi Ancaman Terorisme
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
Di Era tahun 60an TNI AU/AURI saat itu pernah memiliki kekuatan udara yang membuat banyak negara menjadi ‘ketar ketir’, khususnya negara-ne...
-
Rusia mengharapkan Indonesia kembali melirik pesawat tempur sukhoi Su-35, pernyataan ini diungkapkan Wakil Direktur "Rosoboronexport...
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
Sejak ditemukan oleh Sir Robert Watson Wat (the Father of Radar) pada tahun 1932 sampai saat ini, radar telah mengalami perkembangan yang sa...
-
Tentara Nasional Indonesia (TNI) berencana menambah armada kapal selam untuk mendukung pertahanan laut. Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), L...
-
Kiprah TNI Dalam Memelihara Perdamaian Dunia : Roadmap Menuju Peacekeeper Kelas Dunia "The United Nations was founded by men and ...
-
Kalau dipikir-pikir, ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia. Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus m...
-
Rencana Amerika Serikat (AS) menggeser 60 persen kekuatan militernya ke kawasan Asia Pasifik hingga tahun 2020 mendatang, membawa implikasi ...
-
(Disampaikan dalam Roundtable Discussion yang diselenggarakan oleh Global Future Institute, bertema: Indonesia, Rusia dan G-20, Kamis 25 Apr...
-
Oleh : Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc Berangkat dari sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong di belakang suatu tra...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar