Hoegeng. buku hoegeng-sinar harapan |
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini menilai setidaknya ada beberapa sosok polisi yang layak menjadi presiden. Dia pun heran kenapa para pejabat polisi tak mau memperjuangkannya untuk menjadi pahlawan.
"Ada Hoegeng, Soekanto Tjokrodiatmodjo dan M Jasin. Mereka saya kira layak jadi pahlawan nasional," kata Asvi saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (11/9).
Asvi berharap Mabes Polri segera memperjuangkan mereka menjadi pahlawan nasional karena perjuangan dan teladan mereka.
Berikut tiga sosok polisi tersebut.
1. Komjen Pol Soekanto Tjokrodiatmodjo
Komisaris Jenderal (Pol.) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo merupakan Kepala Kepolisian pertama Republik Indonesia. Soekant menjabat selama 14 tahun. Mulai 1945 sampai 1959.
Soekanto lahir di Bogor 7 Juni 1908. Dia lulus pendidikan Aspirant Commisaris Van Poiitie tahun 1933. Sangat sedikit orang pribumi yang bisa mengikuti pendidikan elite tersebut. Wajar saja, ini sekolah untuk komandan polisi. Dia sempat bertugas di Semarang dan Kalimantan.
Saat Jepang masuk, Soekanto bergabung dengan kepolisian Jepang dan diangkat menjadi Itto Keishi (Komisaris Tingkat I). Dia kemudian mengusulkan untuk membentuk sekolah polisi. Soekanto kemudian menjadi instruktur sekolah polisi di Sukabumi.
Saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Soekanto langsung menurunkan bendera Jepang dan bersama anak didiknya merebut senjata mereka. Pada 29 September 1945, Presiden Soekarno menunjuk Soekanto membentuk Polisi Nasional.
Banyak hal yang dirintis Soekanto, sebagai kapolri pertama dia banyak meletakkan dasar untuk kepolisan RI, kata sejarawan Asvi Warman Adam.
Soekanto merintis Resimen Pelopor, Polisi Air dan Udara serta Polisi Perintis, Polisi Kereta Api, Polisi Wanita. Soekanto juga yang membuat Tri Brata Polri. Jenderal ini dikenal sederhana.
2. Jenderal Hoegeng Imam Santosa
Soal kejujuran, siapa tidak kenal Hoegeng? Dia dikenal sebagai polisi paling jujur dan teladan antikorupsi hingga kini.
Hoegeng Imam Santoso lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921. Dia menjadi Kapolri 9 Mei 1968 hingga 2 Oktober 1971. Banyak hal yang dilakukan Hoegeng untuk membenahi kepolisian. Walau hanya menjabat tiga tahun, Hoegeng menorehkan banyak teladan.
Hoegeng selalu menolak bentuk gratifikasi. Semasa di medan dia membuang semua barang pemberian bandar judi. Saat menjadi kepala bea cukai, Hoegeng membersihkan semua suap dan sogokan. Dia sampai menyuruh istrinya menutup toko bunga agar tak digunakan orang-orang mendekati dirinya.
Hoegeng teladan antikorupsi. Saya kira layak dijadikan pahlawan nasional, kata sejarawan Asvi Warman Adam.
Hoegeng dicap musuh Orde Baru, dia ikut menandatangani Petisi 50. karena menjadi musuh Soeharto dia pun dikucilkan. Asvi menilai sekarang saat tepat menjadikan Hoegeng pahlawan.
Saya kira beberapa orang petisi 50 sudah diangkat menjadi pahlawan. Seperti Natsir. Tidak ada alasan tidak menjadikan Hoegeng sebagai pahlawan, jelas Asvi.
3. Komjen M Jasin
M Jasin dikenal karena kepahlawanannya. Setelah proklamasi kemerdekaan, Inspektoer Polisi Kelas I M Jasin membacakan proklamasi polisi. Isinya polisi di bawah Jepang kini menjadi Polisi Republik Indonesia dan siap berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Jasin kemudian melucuti senjata tentara Jepang di Surabaya untuk mempersenjatai pejuang. Saking banyaknya, empat kereta penuh senjata dikirim ke Jakarta.
M Jasin terus berkarir di kepolisian. Sejumlah jabatan penting pernah diembannya. Jasin digelari Bapak Brimob Indonesia.
Satu hal yang menonjol adalah saat Jasin menangkap Komandan Polisi Tentara Keamanan Rakyat (PTKR) Karesidenan Surabaya, Mayor Sabarudin. Panglima Soedirman sendiri yang memberikan tugas ini pada M Jasin karena TNI pun takut pada Sabarudin yang bertindak seperti perampok.
Dalam penangkapan itu M Jasin menemukan besek penuh emas dan permata hasil rampokan Sabarudin. Istimewanya, tak secuil pun diambilnya.
Pemkot Surabaya telah mengusulkan M Jasin menjadi pahlawan nasional. Tetapi pemerintah belum mengabulkannya. (Merdeka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar