Para anggota DPRD NTT yang berbatasan dengan negara Timor Timur menyatakan pelatihan militer bagi warga di sepanjang garis perbatasan negara itu belum mendesak.
"Untuk NTT saat ini lebih dibutuhkan pemberdayaan ekonomi untuk kesejahteraan dan masalah sosial lainnya," kata Kasimirus Kolo, anggota DPRD NTT, di Kupang, Jumat. NTT termasuk provinsi yang paling miskin di Indonesia dan ini menjadi pangkal soal banyak hal di sana.
Anggota Fraksi Partai Nadem DPRD NTT itu mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan gagasan Menteri Pertahanan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Ryamizard Ryacudu, menggelar pelatihan militer bagi masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan di seluruh Indonesia.
Semasa aktif sebagai militer, Ryacudu sering mendapat penugasan operasi tempur militer dan Timor Timur bukan lahan yang asing untuk dia. Dia banyak menghabiskan karir militernya di pasukan tempur.
"Jika hal ini (pemberdayaan dan kesejahteraan) telah terpenuhi, elanjutnya adalah perhatian kepada prajurit yang bertuga di pulau terluar seperti Pos perbatasan Indonesia dengan negara Timor Leste yang berada di Pulau Batek dan Pos perbatasan Motaain dan lainnya di NTT," kata Kolo.
Dia menilai, kondisi pos-pos penjaga perbatasan negara itu banyak yang memprihatinkan.
"Bayangkan saja para pasukan yang bertugas di pulau terluar itu untuk mendapatkan kebutuhan logistik selama ini harus menuju pos Oepoli Pantai dengan menggunakan perahu karet dan menempuh jarak waktu 30 menit. fasilitas lain yang kurang saat ini adalah peralatan telekomunikasi," katanya.
Air bersih --hal yang paling mendasar untuk bertahan hidup-- adalah barang cukup langka di sana.
Hal ini juga dibenarkan anggota DPRD NTT, Anelmus Tallo, yang dihubungi terpisah mengatakan gagasan Ryacudu bisa saja akan menciptakan semangat militerisme di masyarakat sipil.
Belum lagi bagaimana dan dari mana pembiayaan pelatihan itu, apakah tidak sebaiknya dana itu untuk proyek padat karya di kawasan perbatasan dan urgensi penciptaan lapangan kerja lebih mendesak daripada pelatihan militer.
"Masalah sosial lebih dominan seperti bagaimana warga yang tinggal dan menetap di daerah perbatasan berupaya meningkatkan kesejahteraan dan mempertahankan hidup layaknya manusia lain di perkotaan, sehingga perlu perhatian khusus dari pemerintah," katanya.
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Sabtu, 26 September 2015
Indonesia Belum Perlu Militerisasi Warga Perbatasan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
Sejak ditemukan oleh Sir Robert Watson Wat (the Father of Radar) pada tahun 1932 sampai saat ini, radar telah mengalami perkembangan yang sa...
-
Kalau dipikir-pikir, ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia. Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus m...
-
Kiprah TNI Dalam Memelihara Perdamaian Dunia : Roadmap Menuju Peacekeeper Kelas Dunia "The United Nations was founded by men and ...
-
Oleh : Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc Berangkat dari sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong di belakang suatu tra...
-
Aksi baku tembak kembali terjadi di perbatasan Jayapura, Papua dengan Papua Nugini antara aparat TNI dengan kelompok sipil bersenjata. Apar...
-
Bahwa partisipasi prajurit Kopassus dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB merupakan kesempatan yang sangat berharga dan sekaligus tantangan...
-
Ribuan senjata serbu SS2 V5C pesanan Kopassus sedang diproduksi oleh PT Pindad. Untuk tahap awal, Kopassus akan mendapatkan 1000 pucuk SS2...
-
Menjelang pelaksanaan Sail Morotai 2012, Staf Operasi Angkatan Laut (Sopsal) TNI AU membentuk tim khusus untuk melakukan sapu ranjau, inspe...
-
Konflik SARA di Ambon pernah sangat mengerikan. Situasi semakin buruk saat gudang senjata Brimob dijarah. Sejumlah anggota TNI maupun Polri ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar