“Perkuatan itu termasuk intelijen dalam pembinaan sosial kemasyarakatan untuk mendukung keperluan operasional jajaran TNI,” kata Moeldoko dalam pengarahannya di Markas Komando Korps Pasukan Khas TNI AU (Paskhas), Bumi Margahayu, Jawa Barat, Rabu (16/10).
Sebelumnya, Komandan Korps Paskhas, Marsda TNI Amarullah, memimpin upacara pengangkatan Moeldoko sebagai warga kehormatan Korps Paskhas bersama Kepala Staf TNI AL, Laksamana Marsetio, Kepala Staf TNI AD, Jenderal Budiman, dan Kepala Staf TNI AU, Marsekal IB Putu Dunia.
Prosesi pengangkatan warga kehormatan Paskhas ini diawali dengan paparan kondisi terkini dan proyeksi ke depan korps ini oleh Komandan Korps Paskhas, Marsda TNI Amarullah. Selepas pemaparan, giliran Moeldoko yang memberi pengarahan kepada para pemimpin Paskhas, yang juga dihadiri segenap unsur pemimpin ketiga matra TNI itu.
Amarullah memakaikan baret jingga kebanggaan korps dengan empat bintang itu kepada para unsur pemimpin TNI dan matra-matra TNI itu. Dia juga menyematkan brevet khusus keemasan berwacana pedang di tengah dua sayap di dada kanan seragam mereka.
Perkuatan intelijen militer itu menjadi butir ketiga pengarahan Moeldoko kepada jajaran TNI dan matra-matra di dalamnya. ”Kita ingin kembalikan kedigjayaan intelijen TNI di tengah paradigma yang berkembang saat ini,” tandas Moeldoko.
Menurut Moeldoko, mulai sepertiga tahun anggaran 2013 hingga dua pertiga tahun anggaran 2014, sebagai sasaran jangka pendek, akan disempurnakan dan dikuatkan empat sektor pokok untuk mendongkrak kinerja TNI dalam bertugas.
Sementara itu, dosen Universitas Pertahanan (Unhan), Muhammad Dahrin La Ode, mengatakan penguatan kemampuan intelijen militer mutlak dilakukan seiring ancaman militer yang kian tak terencana. “Apalagi saat ini, dalam waktu singkat, serangan militer berdampak menghancurkan. Jika intelijen kita tak kuat, potensi serangan sulit terdeteksi,” kata Dahrin.
Penguatan intelijen, tambah Dahrin, harus diiringi dengan melonggarkan pengawasan anggaran untuk institusi itu. Selama ini, Dahrin melihat anggaran untuk intelijen terlalu dikontrol. Apalagi kepentingan negara sangat bergantung pada kinerja dari intelijen. “Sebenarnya untuk intelijen itu anggaran tak terlalu penting, yang penting adalah bagaimana mereka berhasil melakukan tugasnya,” jelas dia.
Kekhawatiran sejumlah lembaga swadaya masyarakat bahwa intelijen yang tak terkontrol akan berpotensi menyalahi hak asasi manusia harus ditepis. Dahrin mengatakan di era demokrasi seperti sekarang, sulit bagi penguasa untuk menyalahgunakan fungsi intelijen seperti di masa Orde Baru. “Bahkan sudah tak mungkin intelijen disalahgunakan, apalagi sudah terbit UU Intelijen,” ujar dia.
Ego Sektoral
Empat sektor pokok untuk mendongkrak kinerja TNI ialah sebagai berikut. Butir pertama, Moeldoko meminta agar segala kebijakan, perilaku, sikap, dan tindakan yang cenderung ego sektoral di dalam tubuh TNI dihilangkan. Dia menggarisbawahi komunikasi cerdas dan membangun antara perwira dan prajurit sehingga bisa dihindarkan perilaku primitif berujung perusakan kredibilitas TNI.
Kedua, kata Moeldoko, perlunya peningkatan kapasitas berbasis interoperabilitas (kapabilitas dari suatu produk atau sistem) yang diterjemahkan secara makro dalam konteks TNI sebagai sistem keamanan negara. Itu mesti diwujudkan, baik pada sisi administrasi maupun operasional.
Keempat, memperkuat Komando Pendidikan dan Latihan TNI sebagai institusi peletak dasar-dasar pendidikan dan latihan, indoktrinasi kultur TNI bagi personelnya, yang sejalan dengan reformasi internal TNI.
Tanggal 17 Oktober ini adalah hari jadi ke-66 Korps Paskhas. Beberapa momen kepahlawanan diperingati, di antaranya penerjunan perdana Pasukan Gerak Tjepat (saat itu) di Kotawaringin, Kalimantan Tengah, berkekuatan 17 personel dalam kampanye Operasi Dwikora yang dikumandangkan Presiden Soekarno. (KJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar