"Australia itu kan negara benua (kontinen) sementara RI merupakan negara kepulauan, sehingga hal itu berdampak pada perbedaan penarikan garis pangkal pantai. Indonesia menarik garis pangkal dari pulau-pulau terluar, sedangkan Australia menarik garis pangkal dari pantai mereka," papar Untung.
Hal itulah yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi. Namun, menurut Untung perbedaan persepsi itu seharusnya tidak perlu terjadi, karena Negeri Kanguru turut meratifikasi hukum laut internasional UNCLOS tahun 1982.
"Harusnya mereka memahami ya isi UNCLOS 82 itu," kata Untung.
Berangkat dari pengalaman itu, TNI AL lantas menempatkan kapal operasi di titik-titik yang kerawanannya tinggi.
Namun, menurut sumber VIVAnews di TNI AL, penyebab perairan Indonesia kerap dapat diterobos oleh kapal AL Australia, lantaran secara rasio jumlah armada yang mereka miliki tidak sebanding dengan luas pantai yang menjadi titik lokasi paling rawan. Sumber itu mengatakan TNI AL hanya memiliki 160 kapal untuk berada di garis terdepan pantai yang memiliki panjang 81 ribu kilometer.
"Padahal idealnya, TNI AL memiliki 500 armada untuk menjaga perairan di seluruh kepulauan Indonesia," ujar sumber tadi.
Dari 500 armada itu, sebanyak 25 persen seharusnya terdiri dari kapal fregat dan 75 persen armada pendukung untuk fungsi patroli.
Ditanya soal pemecatan seorang kapten AL Australia akibat penerobosan itu, Untung mengatakan Negeri Kanguru berarti memiliki komitmen yang baik dari segi politik.
"Diplomasi mereka pun terhitung bagus untuk mengatasi pelanggaran batas perairan ini," ujar dia.
Dalam peta navigasi kapal yang dilihat harian Guardian Australia, Ocean Protector masuk hingga 9 kilometer dari laut teritori Indonesia dan bisa terlihat 27 kilometer dari tepi pantai Pelabuhan Ratu.
Kendati tidak disebut secara spesifik, namun Menteri Imigrasi Australia, Scott Morrison, pada Januari kemarin telah mengaku dan meminta maaf karena personilnya telah melanggar batas perairan Indonesia.
"Saya harus menekankan bahwa hal itu terjadi secara tidak sengaja dan tanpa sepengetahuan mereka atau bentuk sanksi dari Pemerintah Australia," ujar Morrison saat itu.
Juru bicara bagian Pabean dan Perlindungan Perbatasan Australia (ACBPS), menyampaikan kepada Guardian bahwa tidak ada bukti bahwa kapal Ocean Protector tahu dengan baik batas kepulauan yang dimiliki Indonesia. Mereka baru mengetahui bahwa perhitungan kru AL soal titik batas Indonesia keliru setelah dilakukan peninjauan ulang. (VivaNews)
500 armada ?
BalasHapusapa pemerintah sanggup untuk mensuplay BBM nya?
sepertinya bisa digantikan dengan UAV lebih bagus lagi pake RQ / MQ global hawk, cukup 5 unit, bisa patroli seluruh indonesia dari udara, di gabung dgn KCR 60 dan 40 serta Trimaran NG yg di persenjatai, serta utk wilayah ZEE bisa mengunakan KS kilo / KS improved changbogo dan di jalur ALKI mengunakan KS midget.
rasa nya akan lebih efektif, di banding 500 armada tp kekurangan BBM utk patroli nya.
utk menjaga 1 kelurahan cukup pasang CCTV di tiap jalan dgn lokasi tersembunyi , dan 5 scurity yg di persenjatai lengkap dan di beri Fasilitas motor,
tidak perlu 50 security di tiap sudut jalan. cape bayar gaji nya, tp sedikit fungsi nya,
Australia paling sering melanggar kedaulatan Indonesia.
BalasHapusSudah saatnya TNI menambah RADAR dan Pertahanan laut dan udara seperti SAM s300 dan juga penambahan jet tempur.