“Indonesia bukanlah negara maritim, Indonesia hanyalah negara kepulauan yang bercita-cita ingin menjadi negara maritim…”
Sebutan bahwa Indonesia merupakan negara maritim nampaknya perlu dipertanyakan. Indonesia yang memiliki luas laut sekitar 5,8 juta km2, terdiri dari 2,3 juta km2 perairan kepulauan, 0,8 km2 perairan territorial dan 2,7 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), pada kenyataannya masih tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhan ikan, garam dan hasil produksi laut lainnya secara mandiri.
Permasalahan lain seperti konflik bilateral dengan negara tetangga terkait sengketa pulau, pencurian ikan di beberapa wilayah ZEEI oleh nelayan asing dan belum mampu bersaingnya ikan hasil tangkapan nelayan lokal dengan ikan hasil impor menjadi sedikit dari banyaknya permasalahan yang mengganjal dalam mewujudkan visi menjadi poros maritim dunia.
Sebuah konsep besar yang dibangun dari mimpi dan harapan, serta kesadaran terhadap potensi yang dimiliki negeri ini. Pertanyaannya, akankah hal tersebut terwujud?
Problem Kelautan dan Perikanan Indonesia
Salah satu problematika kebaharian di Indonesia yang masih belum dapat diselesaikan hingga saat ini, ialah rendahnya produktivitas perikanan nasional. Pada tahun 2007 saja, produktivitas perikanan tangkap di Indonesia mengalami penurunan sebesar 4,55 persen, padahal pada periode tersebut kapal-kapal serta teknologi yang digunakan lebih maju dibandingkan sebelumnya.
Rendahnya produktivitas perikanan ini dapat dilihat juga dari rendahnya pencapaian produksi ikan nasional serta nilai ekspor pada era pemerintahan sebelumnya. Periode pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I misalnya, seakan menggenapi kegagalan dari era sebelumnya, dimana program Revitalisasi Kelautan dan Perikanan produksi ikan nasional yang digagas hanya mampu mencapai kurang dari 7 ton dari target 9,7 juta ton dan nilai ekspor sebesar 2,1 milyar $ US dari target sebesar 5 milyar $ US.
Permasalahan lain yang harus segera diselesaikan ialah keamanan laut. Dampak dari masih rendahnya keamanan laut ini ialah masih banyaknya kegiatan illegal fishing oleh kapal-kapal asing. Pada tahun 2010 misalnya, jumlah kapal pencuri ikan yang ditangkap sebanyak 116 kapal dengan total kerugian negara yang diselamatkan ialah sebesar Rp. 277,83 milyar. Kapal pencuri ikan tersebut berasal dari negara Malaysia, Vietnam, Thailand, RRC dan Philipina.
Paradigma masyarakat yang masih berorientasi pada daratan (land oriented) menjadi permasalahan lain yang menjadi hambatan dalam mewujudkan negara poros maritim dunia. Salah satu bukti dari permasalahan ini ialah pengalokasian segenap sumberdaya pembangunan yang lebih diprioritaskan pada sektor-sektor daratan, hal ini tentu sangat kontradiktif dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara bahari, yaitu negara laut yang memiliki banyak pulau.
Kebijakan Menuju Poros Maritim Dunia
Langkah awal yang memperlihatkan keseriusan pemerintah untuk mewujudkan visi menjadi poros maritim dunia ialah dengan dibentuknya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Empat poin penting yang menjadi fokus pengembangan bidang kemaritiman ialah : Kedaulatan, Sumberdaya Alam, Infrastruktur dan IPTEK (budaya maritim).
Kebijakan lain yang menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam mewujudkan negara poros maritim dunia ialah peningkatan kemanan laut dengan membentuk Badan Keamanan Laut (Bakamala). Setelah Bakamala dibentuk, kebijakan lain guna meningkatkan keamanan laut pun diperkuat dengan menambah kapal patroli laut sebanyak 30 kapal. Jumlah tersebut tentu akan meningkatkan luas wilayah patrol serta membuka kemungkinan ditangkapnya kapal pencuri ikan sebelum pencurian dilakukan.
Pembentukan Bakamala seakan melengkapi kebijakan yang telah direalisasikan sebelumnya, yaitu penenggelaman kapal asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah ZEEI. Sejak Januari 2015 saja, sudah 22 kapal ditenggelamkan yang sebelumnya telah terbukti melakukan kegiatan Illegal Unreported Unregulated (IUU) Fishing di Perairan Indonesia. Jumlah tersebut diproyeksikan akan bertambah seiring bertambahnya kapal pencuri ikan yang tertangkap.
Selain peneggelaman kapal, kebijakan lain yang telah dikeluarkan oleh pemerintah ialah apa yang terkandung dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 dan 2 Tahun 2015. Permen yang berisi larangan penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan pada keadaan tertentu serta penggunaan pukat hela dan pukat tarik (Cantrang), menjadi salah satu bukti komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian Sumberdaya Alam Laut.
Modal Besar
Potensi sumberdaya laut yang besar menjadi salah satu modal tersendiri untuk mewujudkan negara poros maritim dunia. Potensi tersebut tersebar dalam beberapa sektor, dari mulai Sumberdaya yang dapat diperbaharui (perikanan, hutan mangrove, terumbu karang), Sumberdaya tidak terbarukan (minyak bumi, gas, bahan tambang, mineral dan harta karun), Energi Kelautan (Pasang-surut, gelombang, Ocean Thermal Energy Conversion) dan Jasa-jasa Lingkungan (Pariwisata, perhubungan, kepelabuhan dan penampung limbah).
Selain itu, lima aspek penting yang perlu dikembangkan sebagai kunci dari terwujudnya negara poros maritim dunia ialah : Penumbuhan jiwa bahari (dengan memasukan pendidikan kelautan dalam kurikulum pendidikan nasional), Penegakan kedaulatan yang nyata di laut, Pembangunan industri maritim, Penataan ruang wilayah maritim dan Pengembangan sistem hukum maritim.
Kekayaan sumberdaya kelautan yang besar tersebut pada akhirnya hanya akan menjadi potensi, jika kebijakan yang pemerintah ambil tidak sejalan dengan pengembangan dan pemanfaatan pada bidang kelautan. Problematika kelautan merupakan permasalahan yang multikompleks, sehingga penyelesaiannya pun memerlukan kolaborasi dari semua pihak yang berkepentingan.
Komitmen dan aksi nyata serta kolaborasi dari semua pihak, pada akhirnya akan membuat visi sebagai negara poros maritim dunia dapat benar-benar terwujud. Semoga saja. (JMOL) [ Penulis : Fawaz Muhammad Sidiqi, Ketua BEM FPIK Undip 2016 ]
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Minggu, 03 Januari 2016
Menjemput Takdir Sebagai Poros Maritim Dunia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
TNI AL terus berbenah memperbaiki armada kapal perang mereka agar semakin disegani dan berwibawa. TNI AL harus memutar otak di tengah keterb...
-
Dogfight adalah bentuk pertempuran antara pesawat tempur, khususnya manuver pertempuran pada jarak pendek secara visual. Dogfighting perta...
-
Kapal berteknologi tercanggih TNI AL saat ini, KRI Klewang-625, terbakar di dermaga Pangkalan TNI AL Banyuwangi, Jawa Timur. Hingga berita i...
-
Pengakuan soal ketangguhan Tentara Nasional Indonesia di hadapan militer dunia lainnya seakan tak habis-habis. Setelah kisah Kopaska AL ata...
-
Konflik SARA di Ambon pernah sangat mengerikan. Situasi semakin buruk saat gudang senjata Brimob dijarah. Sejumlah anggota TNI maupun Polri ...
-
PT Pindad (Persero) telah mampu memproduksi produk militer kelas dunia. Mengadopsi teknologi dan ilmu dari Eropa dan NATO (North Atlantic T...
-
Oleh : Prayitno Ramelan, Air Vice Marshal (Ret) Dasar pemikiran strategis dari Pimpinan TNI, khususnya TNI AU serta Kemenhan untuk memodern...
-
Masih ingat dengan drone combatan yang tengah dirancang Indonesia? Ya siapalagi kalo bukan Drone Medium Altitude Long Endurance Black Eagle....
-
Sistem pertahanan Indonesia diciptakan agar menjamin tegaknya NKRI, dengan konsep Strategi Pertahanan Berlapis. SISTEM Pertahanan Indonesi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar