Cari Artikel di Blog Ini

Senin, 29 Desember 2014

Keinginan Memperlemah Poros Maritim Nusantara Sudah Ada Sejak 337 Tahun Lalu

Pemerintah Republik Rakyat China sedang mematangkan rencana pembangunan sebuah terusan atau kanal di Kra Isthmus, Thailand, yang dapat memersingkat pelayaran dari Laut China Selatan menuju Samudera India dan sebaliknya.

Dengan terusan di Thailand ini, kapal-kapal yang membawa muatan dari Afrika, Timur Tengah melalui India menuju China, Korea dan Jepang, atau sebaliknya, tidak perlu lagi singgah di Selat Malaka.


Keinginan Memperlemah Poros Maritim Nusantara Sudah Ada Sejak 337 Tahun Lalu

Terusan ini akan mengefisienkan pelayaran, dan di sisi yang lain bisa membuat Selat Malaka dan Kepulauan Indonesia sepi dari kapal-kapal asing. Tentu saja, selain Indonesia, Malaysia dan Singapura juga akan terkena dampak pembangunan Terusan Kra Isthmus.

Dari sejumlah catatan diketahui bahwa upaya Thailand mengalahkan Selat Malaka sudah ada lebih dari 300 tahun lalu. Ketika itu Thailand yang kita kenal sekarang ini belum lagi ada.


Negara di sekitar kawasan tersebut adalah Ayutthaya. Disebutkan, pada tahun 1677, Raja Somdet Phra Narai Maharat alias Ramathibodi III alias Ramathibodi Si Sanphet yang berkuasa antara 1656 hingga 1688 meminta bantuan insinyur Prancis, de Lamar, untuk membuatkan sebuah kanal. Raja Narai menginginkan kanal itu untuk menghubungkan Songkhla dengan Marid yang kini dikenal sebagai Myanmar.

Tetapi gagasan Raja Narai kala itu tidak bisa dipraktikkan karena teknologi yang belum memungkinkan.

Gagasan membangun terusan atau kanal kembali muncul ke permukaan di penghujung abad ke-18. Raja Siam ketika itu, Phraphutthayotfa Chulalok yang juga dikenal sebagai Raja Rama I yang berkuasa 1782-1809 menilai pembangunan terusan diperlukan untuk memperkuat wilayah barat Siam.

Tetapi, baru pada awal abad-19 Kongsi Dagang Inggris Timur tertarik dengan gagasan membangun kanal.

Setelah Burma atau Myanmar kini menjadi koloni Inggris pada 1863, dimulailah upaya mengeksplorasi kemungkinan itu.

Insinyur Prancis, Ferdinand de Lesseps, yang membangun Terusan Suez di Mesir pun disebutkan pernah mengunjungi kawasan itu. Namun ia dilarang melakukan penelitian yang lebih mendalam.

Namun di penghujung abad ke-19, yakni 1897, Thailand dan Inggris sepakat menghentikan rencana pembangunan terusan di Kra Isthmus demi menyelamatkan pelabuhan Inggris di Singapura, yang sebelumnya adalah milik Belanda.

Singapura menjadi milik Inggris setelah ditukar dengan Bengkulu yang ada di barat Sumatera pada 1824.

Andai saja Traktat London yang berisi pertukaran Singapura dan Bengkulu tidak pernah ditandatangani, barangkali sejak pertengahan abad ke-19 Terusan Kra Isthmus sudah bisa dilalui oleh kapal-kapal dagang Inggris untuk memperlemah saingan Eropa mereka di Nusantara, Belanda. (RMOL)

2 komentar:

  1. Indonesia baru sadar akan kebodohan strategi abad 21 jalur alaut, tdk harus lewat Selat Malaka lagi dan kita hrs mengadakan intropeksi diri apakan ALKI masih dpt digunakan sebagai pertumbuhan ekonomi dan hrs ada segera berfikir utk Maritim Nusantara yg kita cintai ini.

    BalasHapus
  2. yg paling keok n nangis darah Singapura bro cz dia itu ga punya SDA cmn jualan jasa terutama pelabuhan....bs perang nih Thailand, Tiongkok vs Singapura, Inggris, USA

    BalasHapus

Lazada Indonesia

Berita Populer

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
free counters